Lelaki yang sangat ramah dan bersemangat disetiap aktivitasnya ini telah lama bercita-cita ingin menjadi dosen. Sejak kuliah di IAIN Jakarta tahun 1989-1994 beliau sudah merasa ‘iri’ dengan dosen-dosennya. Tentunya ‘iri’ tersebut bukan berarti makna negative, melaikan bentuk kekaguman beliau terhadap profesi dosen yang dianggapnya memiliki daya intelektualitas tinggi, nyantai hidupnya, tenang pembawaannya, rapih dan bersahajaserta konstruk pikir itulah yang membuat beliau terobsesi. Sosok lelaki tersebut bernama bernama Pak Wahyudin, M.Pd.I.
Akhirnya impian beliau terjawab setelah lulus kuliah S2 dari UNISMA tahun 2005. Beliau akhirnya mendapat tawaran mengajar di oleh Pak Khoirul Ikhwan untuk mengampu mata kuliah Administrasi Pendidikan di STAI HAS pada saat itu masih bertempat di kampus SMA Prima dan di kampus SMK Pembaharuan. Hingga kini beliau mengajar mata kuliah Etika dan Profesi Guru serta Manajemen Pendidikan Islam di Kampus STAI HAS Cikarang.
Perjalanannya di dunia pendidikan tidak berhenti pada profesi menjadi dosen saja. Melainkan beliau sangat aktif membina sebagai Pengawas sekaligus membina Para Guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di Kabupaten Bekasi. Tak tanggung-tanggung beliau juga sering menjadi narasumber tentang peningkatan kompetensi guru diberbagai jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA), forum KKGPAI (Kelompok Kerja Guru PAI), dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) melalui Workshop, diklat, Bimtek dan lain lain.
Dari aktivitasnya tersebut membuat beliau semakin bersemangat untuk terus aktif mendidik baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus hingga saat ini.
“Motivasi saya mengajar itu adalah untuk menyegarkan akademik saya, karena dengan mengajar mahasiswa saya makin termotivasi untuk terus belajar. Ilmu itu bersifat dinamis, harus terus dipelajari dan diamalkan sesuai kapasitasnya.”
Ketidakpuasan beliau terhadap ilmu diimbangi dengan keingintahuan yang tekun. Sehingga beliau dapat membangun tradisi ilmiah di dalam dirinya melalui menulis. Melalui menulis beliau bisa menemukan kekayaan ilmu pengetahuan. Tepat pada bulan Oktober 2019 buah dari tradisi ilmiah yang dibangunnya dapat menelurkan sebuah karya yang membanggakan. ‘Jejak Mualaf Literasi’ menjadi buku perdananya yang menceritakan tentang perjalanan beliau belajar tentang memaknai literasi dan mengembangkan literasi di dunia pendidikan hingga dalam kehidupan masyarakat.
Melalui buku tersebut beliau makin aktif menyuarakan tentang literasi lebih luas lagi baik melalui Jurnal di STAI HAS, Koran Radar, Majalah Edukasi online dan offline dll. Sehingga nama beliau sangat familiar dikalangan penggerak literasi baik lingkup instansi pemerintahan maupun para penggerak literasi di lingkup komunitas.
Dakwah literasi yang beliau lakukan bukan semata-mata hanya mencari eksistensi, melainkan ingin memberikan contoh kepada para mahasiswanya dan lulusan STAI HAS. Bahkan beliau mempunyai harapan yang ditujukan untuk para mahasiswa dan lulusan STAI HAS.
“Harapan saya agar seluruh lulusan STAI HAS dapat menjadi sarjana yang punya kapasitas dan idealnya jadi ilmuan pembelajar. Saat mahasiwa rajin membaca dan menulis dan sudah lulus bahkan ketika sudah bekerja sesuai profesi budaya akademik selama jadi mahasiswa jangan ditinggalkan. Banyak orang yang berijazah, tapi sedikit sekali orang yang ilmiah. Artinya jadi sarjana harus terus belajar, berliterasi dan berkarya agar kelak siap menyongsong era emas 2045 .”
Sungguh mulia cita-cita beliau dan makin memperkokoh kampus STAI HAS dengan didukung oleh tenaga dosen yang salah satunya sebagai pegiat literasi dan konsen pada mendorong budaya akademik di lingkungan mahasiswa.
(Yusup Bachtiar)
Please follow and like us: