Oleh: Siti Ropiah
Ketika aku sedang bersantai ria di kamar, tetiba berbunyi notifikasi WA di HP. Kulihat dan kubuka. Ternyata ada teman yang menanyakan tentang kasus dalam keluarga istrinya, terkait waris.
Disampaikan bahwa ada seorang meninggal dunia dengan meninggalkan dua anak (1 laki-laki dan 1 perempuan). Selain itu ia memiliki dua orang cucu (bapaknya yang berarti anak laki-lakinya) sudah meninggal terlebih dahulu. Apakah cucu berhak mendapatkan waris. Itu hal yang ditanyakannya padaku.
Kujelaskan bahwa menurut Jumhur (Imam Syafi’i di dalamnya) bahwa terhadap kasus tersebut, cucu tidak berhak atas warisan. Karena anak dari pewaris masih ada yaitu anak laki-laki dan anak perempuannya (paman dan bibi dari si cucu). Hal ini didasarkan pada aturan umum yang menyatakan bahwa sepanjang ada anak, maka cucu tidak berhak atas suatu warisan.
Namun menurut Hazairin, bahwa cucu yang orang tuanya (anak pewaris) telah meninggal lebih dahulu, ia berhak atas warisan. Berarti dalam kasus di atas, cucu berhak atas warisan. Dalam hal ini cucu berposisi sebagai ahli waris pengganti.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) tepatnya pasal 185 bahwa posisi cucu dalam kasus di atas merupakan ahli waris pengganti. Maka cucu tersebut mendapatkan bagian waris dengan jalan Wasiat Wajibah yang bagiannya tidak boleh lebih dari 1/3 harta. Hal ini pun seperti yang terdapat dalam beberapa aturan di negara negara Timur Tengah, seperti Mesir.
Berdasarkan hal di atas, kusampaikan bahwa cucu dalam kasus di atas bisa mendapat bagian waris yang tidak lebih dari 1/3. Terlebih bila cucu tersebut masih kecil yang berarti yatim. Jadi aku lebih cenderung pendapat Hazairin yang digunakan pada kasus tersebut. Bila sistem Syafi’i yang digunakan boleh saja yang berarti cucu tidak dapat warisan, namun ada kewajiban menyantuni.
Namun kemudian temanku sampaikan bahwa cucu dalam kasus itu ingin menguasai harta warisan tersebut. Kusampaikan saja untuk menggunakan sistem Syafi’i, yang tidak memberikan bagian pada cucu karena anak dari pewaris masih ada (paman dan bibinya). Hadeuh, posisinya saja masih kontroversi, eh…ingin menguasai…
Sejatinya Kemashlahatan dalam Pembagian Waris Merupakan Tujuan Utama
Salam Perindu Literasi
Please follow and like us: