Oleh: Siti Ropiah
Terdapat beberapa hadis terkait Nisfu Sya’ban yang marak dalam masyarakat, di antaranya:
Pertama,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Artinya, “Jika malam nisfu Sya‘ban datang, maka bangunlah di malam harinya, dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah pada malam itu turun ke langit dunia hingga terbit malam hari. Dia berfirman, ‘Ingatlah, adakah yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya. Adakah yang memohon rezeki, niscaya Aku akan memberinya. Adakah yang sedang ditimpa ujian, niscaya Aku akan menyelamatkannya. Begitu seterusnya, hingga terbit fajar.” (HR.Ibnu Majah. Lihat Maktabah Syamilah. Sunan Ibnu Majah, Juz.1, hlm.444. No.1388. menurut Al Bani Hadis ini sangat lemah, bahkan ada yang mengatakan ini maudhu, karena ada perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta),
Kedua,
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله” فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
“Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam nisfu syaban, kemudian Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba bani kalb.” Menurut Imam Bukhari, hadis ini dhaif.
Ketiga,
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” Hadis hahih oleh Al Bani.
Keempat,
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Dari Mua’dz bin Jabal RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah memperhatikan hamba-Nya (dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Dia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyahin (orang yang hatinya ada kebencian antarsesama umat Islam).” hadis dhaif, tapi dishahihkan oleh Al Bani
Berdasarkan hadis di atas dan statusnya, terciptalah kontroversi tentang Nisfu Sya’ban, yaitu
Pertama, sebagian ulama menyatakan tidak ada hadis shahih tentang Nisfu Sya’ban. Karenanya tidak ada amalan khusus dalam Nisfu Sya’ban baik shalat maupun puasa.
Kedua, sebagian ulama menyatakan terdapat hadis shahih atau hadis dhaif dengan banyak jalur hingga menjadi hasan lighairih. Karenanya Nisfu Sya’ban merupakan hal yang diakui adanya. Namun hal itu tidak terkait tentang amalan tertentu yang dilakukan pada Nisfu Sya’ban. Tidak ada hadis shahih tentang amalan tertentu pada Nisfu Sya’ban, sehingga tidak ada puasa atau shalat Nisfu Sya’ban.
Lalu bagaimana hukumnya orang yang berpuasa dan shalat Nisfu Sya’ban?
Terkait hal ini
Pertama tidak ada shalat Nisfu Sya’ban. Maksudnya melakukan shalat dengan niat Nisfu Sya’ban.
Kedua, shalat sunah seperti tahajud dan lainnya yang dilakukan saat Nisfu Sya’ban merupakan hal yang boleh dilakukan. Namun hendaknya tidak dilakukan saat Nisfu Sya’ban saja dan bukan bermaksud mengkhususkan shalat tahajud atau shalat sunah lainnya hanya saat Nisfu Sya’ban.
Ketiga, puasa sunah yang dilakukan didasarkan pada hadis
ini.
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Bukhari. Lihat Maktabah Syamilah, Sahih Al Bukhari, juz.3, hlm. 38, No.1970. lihat Sunan Ahma, juz.43, hlm.223, No.26123. Lihat Sunan Abu Daud, juz 3, hlm.81, No.1578)
Nisfu Sya’ban bagian dari Bulan Sya’ban. Karenanya puasa saat Nisfu Sya’ban merupakan anjuran Rasulullah SAW. Namun hendaknya tidak mengkhususkan hanya saat Nisfu Sya’ban, karena tidak ada hadis shahih tentang Nisfu Sya’ban.
Sya’ban merupakan salah satu dari empat bulan yang Allah muliakan, sebagaimana firman-Nya dalam QS At Taubah: 36: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu….”
Menurut Ibnu Abbas, Allah muliakan Bulan Sya’ban (salah satu dari bulan haram) karena jika berbuat maksiat akan dilipatgandakan dosanya. Demikian jika berbuat baik, akan dilipatgandakan pahalanya. Berdasarkan hal ini, maka melakukan perbuatan baik sangat dianjurkan, seperti shalat, puasa, sedekah, shalawat dan dzikir. Namun tidak hanya saat Nisfu Sya’ban. Kalau pun itu dilakukan saat Nisfu Sya’ban, bukan diyakini hanya saat Nisfu Sya’ban puasa yang dianjurkan, namun mungkin hanya saat Nisfu Sya’ban puasa itu dapat dilakukan.
Sejatinya Jangan Laksanakan Shalat, Puasa atau Ibadah Lainnya Hanya Saat Nisfu Sya’ban
Salam Perindu Literas