staihas.ac.id – Dzulhijjah merupakan salah satu bulan dalam tahun hijriah. Pada bulan ini ibadah luar biasa bagi umat Islam dilaksanakan. Sekalipun tahun tidak dapat dilaksanakan, karena terhalang oleh Covid-19. Ibadah yang diyakini sebagai rangkaian terakhir dari lima rukun Islam, yaitu haji. (Walaupun bagi sebagian lainnya dinyatakan sebagai rukun keempat, karena yang terakhir adalah puasa).
Dalam masyarakat diyakini terdapat dua hari dalam bulan Dzulhijjah sebagai hari istimewa, yaitu Hari Tarwiyah dan Hari Arafah. Hari Tarwiyah jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah. Sedangkan Hari Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Karena istimewa tersebut, maka umat Islam melaksanakan puasa sunah di dua hari tersebut.
Terkait puasa dua hari di atas, adakah dasar yang melandasi puasa sunah tersebut?. Mari kita kaji lebih dalam tentang hal tersebut.
Untuk pembahasan kali ditujukan pada pembahasan Hari Tarwiyah. Aku mencoba cari terkait nama “Tarwiyah”. Ternyata istilah “Tarwiyah” ditemukan dalam kitab Al Mughni karangan Ibnu Qudamah. Di dalamnya kitab tersebut diungkapkan dua kisah yang melatarbelakangi penamaan “Tarwiyah”. Pertama, dinamakan Tarwiyah karena saat haji, para haji membawa bekal air untuk persiapan dan hari Arafah. Kedua, kisah Nabi Ibrahim yang pada malam tanggal 8 Dzulhijjah bermimpi menyembelih anaknya. Ketika terbangun di pagi harinya, beliau berbicara dengan diri sendiri (yarwi), apakah mimpi tersebut mimpi kosong atau Wahyu?. Hingga hari itu dinamakan hari Tarwiyah (Lihat Al Mughni juz. 3).
Sementara itu terkait puasa Tarwiyah ada yang mendasarkan pada hadis yang menyatakan pahala puasa Tarwiyah menghapus dosa setahun (ada pula yang menyatakan pahala seperti setahun). Terhadap hadis ini, kucari di Maktabah Syamilah ternyata tidak ada. Terhadap hadis Tarwiyah ini pun banyak yang menyatakan hadis tersebut MAUDLU atau PALSU.
Loh, kalau palsu, terus bagaimana hukumnya orang yang melakukan puasa sunah Tarwiyah?.
Puasa tanggal 8 Dzulhijjah dapat dilakukan dengan mendasarkan pada hadis
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ …
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah…”(HR. Ahmad. Maktabah Syamilah, Musnad Ahmad, juz.37, hlm.24, No.22334. Lihat Sunan Abu Daud, juz.2, hlm.325, No.2437).
ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام العشر
Rasulullah shallau alaih wassalam bersabda, “Tiada ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk diisi dengan ibadah sebagaimana (kesukaan-Nya pada) sepuluh hari ini,” (HR Ibnu Hibban. Maktabah Syamilah, Sahih Ibnu Hibban, juz.2, hlm.30, No.324. Lihat Mushanif Ibnu Abi Syaibah, juz.4, hlm.228, No.19540. Lihat Sunan Ibnu Majah, juz.1, hlm.550, juz.1727. Lihat Sunan Abu Daud, juz.2, hlm.325, No.2438).
Berdasarkan kedua hadis di atas, puasa tanggal 8 Dzulhijjah (yang disebut Tarwiyah) merupakan sunah yang sangat dianjurkan, karena termasuk dalam salah satu puasa dari 10 hari yang dianjurkan dan amalan yang dicintai Allah untuk dilaksanakan di bulan Dzulhijjah.
Jangan salah yah mendasarkan amalan ibadah kita, termasuk puasa Tarwiyah pada hadis yang bukan Maudhu atau palsu.
Sejatinya Mendasarkan pada Hadis yang Bukan Palsu (Maudhu) Merupakan Keniscayaan
Salam Perindu Literasi
Please follow and like us: