Bekasi – Dialog publik bertema “Keadilan Sosial sebagai Jembatan Profesi Hukum dan Ekonomi Syariah” menyoroti pentingnya peran advokat dalam memperkuat akses keadilan sekaligus membuka ruang sinergi antara profesi hukum dan ekonomi syariah di Indonesia.
Acara ini digelar di Aula STAI Haji Agus Salim, Desa Tanjung Sari, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, pada Sabtu (20/9/2025). Kegiatan tersebut dihadiri perwakilan yayasan, pengurus, serta mahasiswa.
Dalam paparannya, praktisi hukum H. Ulung Purnama, SH, MH., menjelaskan bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi kepastian hukum bagi seluruh warga negara. Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Prof. Wirjono Prodjodikoro yang menekankan fungsi hukum untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dan mengatur kehidupan masyarakat secara tertib.
Nilai keadilan dalam Pancasila, terutama sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” serta sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, menjadi fondasi penting dalam membangun masyarakat yang berkeadilan. Prinsip tersebut juga tercermin dalam sejumlah pasal UUD 1945, seperti Pasal 27, Pasal 33, dan Pasal 34, yang mengatur kesetaraan hukum, pengelolaan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat, serta jaminan sosial bagi seluruh warga.
Menurut Ulung Purnama, keadilan sosial tidak hanya mencakup aspek ekonomi, tetapi juga keadilan sipil, politik, sosial, dan budaya. Dalam kerangka itu, ekonomi syariah hadir sebagai sistem alternatif yang mengutamakan keseimbangan, pemerataan, serta kesejahteraan bersama melalui instrumen zakat, infaq, larangan riba, hingga skema bagi hasil.
“Advokat memiliki peran penting untuk memastikan nilai-nilai hukum syariah terlaksana, sekaligus memberikan bantuan hukum agar keadilan dapat dirasakan masyarakat luas,” ujar H. Ulung Purnama, SH, MH., yang juga menjabat Ketua Forum Advokat Kabupaten Bekasi (FAKB).
Ia menambahkan, sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, lulusan sarjana syariah memiliki kesempatan yang sama untuk berprofesi sebagai advokat. Lulusan hukum ekonomi syariah dapat menangani sengketa ekonomi berbasis syariah, sementara lulusan hukum keluarga Islam berpeluang menangani perkara hukum keluarga.
Dalam praktiknya, advokat tidak hanya berperan dalam litigasi, tetapi juga nonlitigasi, seperti mediasi, arbitrase, dan musyawarah mufakat. Jalur nonlitigasi dinilai lebih efisien, murah, serta sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
“Advokat adalah agen perubahan. Mereka harus menjaga profesionalisme, integritas, sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sistem hukum syariah,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa peran advokat juga mencakup pemberian konsultasi hukum, penyusunan kontrak, hingga bantuan hukum pro bono bagi masyarakat kurang mampu. Dalam konteks ekonomi syariah, advokat berfungsi sebagai mediator dan fasilitator yang memperkenalkan prinsip-prinsip syariah dalam penyelesaian sengketa.
Dialog publik ini juga menghadirkan Ketua KBH Wibawa Mukti, Libet Astoyo, SH, MH., yang menekankan pentingnya penguatan sinergi antara dunia hukum dan ekonomi syariah.
Kegiatan ini menjadi momentum untuk menegaskan bahwa kolaborasi antara profesi hukum dan ekonomi syariah dapat menjadi jalan menuju terwujudnya keadilan sosial yang lebih hakiki.
Penulis: Haris Pranatha
Dilansir: https://www.benuapostnusantara.com/2025/09/dialog-publik-keadilan-sosial-sebagai.html
